Terdapatlah seekor anjing betina yang tiba-tiba rajin datang ke rumah, sekedar nongkrong di tangga semen di depan pintu, atau berbaring di sela-sela tanaman di depan tempat tinggal kami. Semula kami tidak begitu memperhatikan sampai akhirnya kami sadari keberadaannya, bahwa sering sekali hingga pagi dia tetap berada di depan rumah. Lama kelamaan kami beri dia makanan, tulang-tulang ayam atau apapun yang kami kira dia mau memakannya. Dan meskipun tidak rutin, acara memberi makan ini menjadi kegiatan sambil lalu kami.
Beberapa waktu kemudian baru kami tahu bahwa anjing betina remaja itu bernama Putih, meskipun sebenarnya warna bulunya coklat muda dengan sedikit bercak putih di beberapa bagian badannya. Ciri-ciri yang khas dari si Putih adalah salah satu kupingnya yang agak layu (tidak tegak seperti kuping sebelahnya).
Sejak itu banyak cerita soal si Putih. Soal dia selalu mengikuti ketika kami jalan jalan pagi, atau saat kami berbelanja pagi ke warung sayur “Mbak Pon” di depan gang tempat tinggal kami, bahkan pernah suatu ketika kami panggil dia saat asyik bermain di kebun tebu yang siap ditanami, jaraknya sekitar tigaratus meter dari rumah kami dan dengan kecepatan penuh Putih berlari mengejar kendaraan kami dan terengah engah sampai ke rumah. Atau kebiasaannya yang tidak bisa ditebak ketika bertemu dengan orang, suatu ketika Putih akan menggonggong keras-keras ketika kami atau orang orang yang dikenalnya datang, tetapi malah diam dan jinak kepada teman yang baru pertama kali datang ke tempat kami. Meskipun kadang kadang yang terjadi adalah sebaliknya. Dan hal yang paling sering membuat kami geli adalah saat Putih menyambut kami datang dan dengan bersemangat dia menggerakkan ekornya hingga pantatnya ikut bergoyang-goyang sampai susah berjalan.